Petunjuk Teknis Aplikasi Model Analisa Spasial dalam Pembuatan Peta Arahan Kawasan Konservasi
Kawasan hutan yang secara langsung dikelola oleh Pemerintah Pusat adalah Kawasan hutan konservasi. Berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan hutan konservasi ini dibagi menjadi dua fungsi yaitu Kawasan Suaka Alam (KSA) yang terdiri dari Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM) serta kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang terdiri dari Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TWA) dan Taman Hutan Raya (THR). Pengelolaan Kawasan Konservasi, baik KPA maupun KSA, dimulai dari Perencanaan yang terdiri dari kegiatan Inventarisasi Potensi Kawasan, Penataan Kawasan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan. Inventarisasi Potensi dimaksudkan untuk mendapatkan data potensi kawasan, keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa liar (TSL) dan informasi sosial, ekonomi dan budaya sebagaimana tertera dalam Peraturan Menteri Kehutanan No 81/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Inventarisasi Potensi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam .
Terbitnya PerPres No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP) pada tingkat ketelitian 1:50.000, tugas Direktorat Jenderal KSDAE-KemenLHK, melalui Direktorat PIKA adalah mempersiapkan Peta Zonasi Taman Nasional (TN) dan Peta Blok pada kawasan konservasi non-TN di seluruh Indonesia, yang jumlahnya 551 Kawasan Konservasi (KK). Target tersebut harus sudah selesai pada tahun 2018. Tugas tersebut tidak mudah mengingat masih banyak KK non-TN yang saat ini belum mempunyai blok pengelolaan. Dari 551 KK yang ada, terdapat 380 KK non-TN yang belum mempunyai blok, dan 3 TN yang belum mempunyai zona pengelolaan.
Blok maupun zona pengelolaan KK dibuat oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) KSDA dan TN, yang mengelola kawasan tersebut. Untuk menyelesaikan tugas tersebut, banyak kegiatan yang harus dilakukan oleh UPT, antara lain: melakukan inventarsasi potensi pada masing-masing KK sebagai dasar pembuatan Peta arahan Pengelolaan KK. Peta arahan kemudian dianalisa dan dicermati oleh para pimpinan UPT, yang kemudian menjadi peta arahan blok atau zonasi. Peta arahan blok atau zonasi ini kemudian dikonsultasi publikkan kepada dinas instansi terkait, masyarakat, dan NGO. Pasca konsultasi publik itulah resmi menjadi peta blok/zonasi. Terakhir peta blok atau zonasi ini dibuat narasi, dan analisis pada masing-masing blok/zonasi yang berpedoman pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P. 76/Menlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Dokumen ini kemudian diajukan ke Ditjen KSDAE untuk mendapat pengesahan.
Tahap paling krusial dalam pembuatan blok atau zonasi adalah dalam pembuatan peta arahan blok/zonasi pengelolaan KK. Karena peta inilah yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan blok/zonasi. Keterbatasan dana, SDM dan waktu, meyulitkan UPT dalam penyediaan data hasil inventarisasi potensi. Oleh karena itu, Direktorat PIKA mengambil inisiatif untuk mengenalkan metode spasial dalam pembuatan peta arahan. Metode ini dinamakan: Aplikasi Model Analisis Spasial dalam Pembuatan Peta Arahan Pengelolaan Kawasan Konservasi.
Untuk keterangan lebih rinci dapat dilihat pada Buku Petunjuk Teknis Aplikasi Model Analisa Spasial dalam Pembuatan Peta Arahan Kawasan Konservasi dan Pengintegrasi Peta Zona/Blok pada Skala 1:50.000.
Berikut link untuk mendownload Di sini
>
>
>